Sunday, January 2, 2011

Bahagia Dengan Anak Yatim

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zholim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. an-Nisa’ [4]: 10)

Memang cukup melelahkan menyantuni anak yatim. Akan tetapi, dengan mengetahui keutamaannya yang sangat banyak, amalan yang berat akan terasa ringan. Sebaliknya, tahukah kita hukuman orang yang menelantarkan anak yatim, atau bahkan menzholimi hartanya? Kajian kita kali ini sangat penting bagi setiap muslim terutama bagi lembaga yang mengkhususkan diri menyantuni anak yatim.

Makna Ayat Secara Umum
Al-Allamah asy-Syaikh Abdurrohman bin Nashir as-Sa’di rohimahulloh berkata dalam tafsirnya, “Ketika Alloh subhanahu wata'ala memerintah hamba-Nya agar bertaqwa kepada-Nya di ayat sebelumnya, maka dalam ayat ini Alloh subhanahu wata'ala memberi peringatan tentang memakan harta anak yatim dengan cara tidak benar dan mengancam orang yang melakukannya dengan siksa yang sangat pedih. Adapun, pengasuh yang fakir boleh makan hartanya dengan cara yang wajar, diizinkan mencampur hartanya dengan harta anak yatim bila ada keuntungan buat mereka. Barang siapa yang memakannya secara dholim, maka balasannya ‘mereka itu menelan api sepenuh perutnya’ maksudnya yang mereka makan adalah api dan merekalah yang memasukkan ke dalam perutnya. ‘Dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)’ yaitu api yang membakar serta menyala-nyala. Maka memakan harta anak yatim termasuk dosa besar dan sangat hina dirinya serta menjadi sebab dia masuk neraka.”
Definisi Anak Yatim
“Anak yatim” bukanlah anak yang ditinggal mati oleh ibunya atau ditinggal pergi oleh orang tua sehingga terlantar hidupnya — sebagaimana yang dipahami masyarakat umum. Ibnul Manzhur rohimahulloh berkata, “Yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh.”
Nabi shollallohu alaihi wassallam bersabda:
‘Tidaklah dinamakan yatim setelah dia baligh.’”

Anak yang belum baligh, bila yang meninggal dunia ayahnya disebut yatim, bila yang meninggal dunia ayah dan ibunya disebut lathim, dan bila yang meninggal dunia ibunya disebut ’ujm.
Definisi ini perlu kita pahami agar kita tidak salah di dalam mengemban amanat dan mencari sumbangan untuk anak yatim.